Desa Terantang dan Desa Terantang Hilir, Seranau, Kotim mengajukan Wilayah Kelolanya sebagai Potensi Calon Hutan Desa

Dalam acara Sosialisasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD) yang diadakan oleh Kementerian Kehutanan, BPDAS Kahayan dan Kemitraan pada tanggal 24-26 September 2013 di hotel Swiss-Belinn Pangkalan Bun, Pemerintahan Desa Terantang dan Pemerintahan Desa Terantang Hilir sepakat untuk mengajukan wilayahnya sebagai calon potensi Hutan Desa.

peserta acara sosialisasi
Setelah di pelajari mulai dari Permenhut No. 49/Menhut-II/2008  jo  P.53/Menhut-II/2011 tentang hutan desa, maka desa Terantang dan Terantang Hilir dapat mengajukan hutan desa dari titik KM 5 sampai titik KM 8 sesuai dengan peta Rencana Wilayah Kelola hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan pada tahun 2012 - 2013.
Kawasan yang direncanakan adalah Hutan Produksi yang belum memiliki beban hak ijin diatasnya.

 
Pemerintahan Desa Terantang, Terantang Hilir dan Dishut Kotim sedang berdiskusi
menurut rencana, hasil jadi tidaknya ajuan hutan desa yang sekarang sudah ada ditangan Kementerian Kehutanan RI akan diinformasikan secara cepat kepada 2 (dua) desa tersebut.

Penyerahan Proposal Ajuan Hutan Desa

Warga Desa Terantang Seranau, Kotim Meminta PT. BSP (Borneo Sawit Perdana) Menunda Rencana Pemasangan Tapal Batas di KM. 2,5

Menurut informasi yang didapat dari warga desa Terantang, hari kamis 26-09-2013 pukul 20.00 bertempat di rumah Kades Terantang, telah kedatangan dua tamu dari BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Kotim dan PT. BSP. Dalam pertemuan tersebut, agenda utamanya adalah rencana pemasangan tapal batas PT. BSP di KM 2.5 (dari S. Mentaya) di wilayah administrasi desa Terantang. Beberapa warga merasa keberatan atas pemasangan tapal batas tersebut, karena :
1. sosialisasi tentang keberadaan PT. BSP di wilayah desa Terantang tidak pernah dilakukan dan tidak diketahui warga banyak.
2. Tidak bisa menunjukkan surat resmi dari perusahaan dan instansi terkait untuk melakukan pemasangan patok tersebut
3. Wilayah KM 2,5 adalah sumber penghasilan utama warga desa Terantang

Warga desa menyarankan agar PT BSP mensosialisasikan kepada warga desa Terantang, supaya warga mengetahui serta bisa mengambil keputusan untuk kegiatan ini.

Pelabuhan Peti Kemas Bagendang...

data photo : Juli 2013

pelabuhan peti kemas bagendang

Kapal Pengangkut Peti Kemas

Kapal Pengangkut Peti Kemas 2

Peta PIPIB Revisi IV

Sumber Informasi : (www.dephut.go.id)

Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru
Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain
(Revisi IV)
Peta PIPIB Revisi IV wilayah Katingan, Kotim, Seruyan, Kalimantan Tengah

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor SK. 2796/MENHUT-VII/IPSDH/2013





Perdagangan Karbon Disepakati Antara Pemerintahan Jepang dengan Pemerintahan Indonesia

Pemerintahan Jepang dengan Pemerintahan Indonesia secara bilateral bersepakat dalam perdagangan karbon melalui mekanisme perkreditan bersama (Joint Crediting Mechanism = JCM) yang sudah ditandatangani pada bulan Agustus 2013.
Dalam prakteknya, kedua negara ini hanya berbeda tipis angkanya dalam pengurangan emisi karbon untuk negaranya masing-masing pada tahun 2020. Pemerintahan Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 26%, sedangkan Pemerintahan Jepang menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 25% pada tahun 2020. Langkah kesepakatan ini sangat penting untuk mengurangi pemanasan global secara nyata. 
Namun, setidaknya dibalik kesepakatan ini ada tugas cukup berat dari pemerintahan Indonesia untuk bagaimana melaksanakan kesepakatan ini dengan sebaik-baiknya dikala penguasaan lahan (adat dan lokal) masih belum ada kejelasan dan tingkat pendapatan masyarakat di kawasan dekat/dalam hutan sedang menurun.
gembor adalah salah satu sumber pendapatan masyarakat dari hasil hutan
Yang jelas, pemerintahan Indonesia melalui seperangkat alat tugasnya jangan bosan untuk mendiseminasikan pentingnya bersama-sama menjaga kelestarian alam dengan masyarakat sekitar kawasan dekat/dalam hutan secara bijaksana, karena mereka-lah yang tahu tentang alam disekitarnya sebagai tempat alternatif pendapatan hidupnya sekaligus ujung tombak berhasil atau tidaknya dalam kegiatan pelestarian alam...