Inpres No 10 Tahun 2011

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN
PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi, sosial,
budaya dan lingkungan serta upaya penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang dilakukan
melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dengan ini

menginstruksikan:
Kepada :
1. Menteri Kehutanan;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Lingkungan Hidup;
4. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan;
5. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
6. Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
7. Ketua Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional;
8. Ketua Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ atau
Ketua lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus di
bidang REDD+;
9. Para Gubernur;
10. Para Bupati/Walikota;
Untuk…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

Untuk :
PERTAMA: Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing untuk mendukung penundaan pemberian izin
baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan
produksi biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area
penggunaan lain sebagaimana tercantum dalam Peta Indikatif Penundaan
Izin Baru yang menjadi Lampiran Instruksi Presiden.
KEDUA : Penundaan pemberian izin baru sebagaimana dimaksud dalam Diktum
PERTAMA berlaku bagi penggunaan kawasan hutan alam primer dan
lahan gambut, dengan pengecualian diberikan kepada:
a. Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri
Kehutanan;
b. Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu:
geothermal , minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi
dan tebu;
c. Perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan
hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku;
dan
d. Restorasi ekosistem.
KETIGA…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA


KETIGA : Khusus kepada:
1. Menteri Kehutanan:
a. Melakukan penundaan terhadap penerbitan izin baru hutan
alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi,
hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan
produksi biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi)
berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.
b. Menyempurnakan kebijakan tata kelola bagi izin pinjam pakai
dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.
c. Meningkatkan efektivitas pengelolaan lahan kritis dengan
memperhatikan kebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut
yang baik, antara lain melalui restorasi ekosistem.
d. Melakukan revisi terhadap Peta Indikatif Penundaan Izin Baru
pada kawasan hutan setiap 6 (enam) bulan sekali.
e. Menetapkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru hutan alam
primer dan lahan gambut pada kawasan hutan yang telah
direvisi.
2. Menteri Lingkungan Hidup:
Melakukan upaya pengurangan emisi dari hutan dan lahan gambut
melalui perbaikan tata kelola pada kegiatan usaha yang diusulkan
pada hutan dan lahan gambut yang ditetapkan dalam Peta Indikatif
Penundaan Izin Baru melalui izin lingkungan.
3. Menteri…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

3. Menteri Dalam Negeri:
Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Gubernur dan
Bupati/Walikota dalam pelaksanaan Instruksi Presiden ini.
4. Kepala Badan Pertanahan Nasional:
Melakukan penundaan terhadap penerbitan hak-hak atas tanah
antara lain hak guna usaha, hak pakai pada areal penggunaan lain
berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.
5. Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional:
Melakukan percepatan konsolidasi Peta Indikatif Penundaan Izin
Baru ke dalam revisi peta tata ruang wilayah sebagai bagian dari
pembenahan tata kelola penggunaan lahan melalui kerjasama
dengan Gubernur, Bupati/Walikota, dan Ketua Satuan Tugas
Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ atau Ketua lembaga
yang dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+.
6. Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional:
Melakukan pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut
sesuai Peta Indikatif Penundaan Izin Baru pada kawasan hutan dan
areal penggunaan lain setiap 6 (enam) bulan sekali melalui
kerjasama dengan Menteri Kehutanan, Kepala Badan Pertanahan
Nasional, dan Ketua Satuan Tugas Persiapan Pembentukan
Kelembagaan REDD+ atau Ketua lembaga yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+.
7. Para…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

7. Para Gubernur:
Melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru
pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain
berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.
8. Para Bupati/Walikota:
Melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru
pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain
berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.
KEEMPAT : Peta Indikatif Penundaan Izin Baru pada areal penggunaan lain yang
merupakan hasil pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KETIGA angka 6 ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
KELIMA : Penundaan pemberian izin baru, rekomendasi, pemberian izin lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA dilakukan selama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini dikeluarkan.
KEENAM : Pelaksanaan Instruksi Presiden ini dilaporkan oleh Menteri Kehutanan
kepada Presiden setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu bila
diperlukan.
KETUJUH : Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan dan/atau Ketua Satuan Tugas Persiapan Pembentukan
Kelembagaan REDD+ atau Ketua lembaga yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+ melakukan pemantauan
pelaksanaan Instruksi Presiden ini dan melaporkan hasilnya kepada
Presiden.
KEDELAPAN: Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab.
Instruksi ...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,

ttd

Retno Pudji Budi Astuti



Apa itu FpIC ?

FpIC adalah kependekan dari Free, prior and Informed Consent. Mungkin jika dibahasa Indonesia-kan padanannya adalah persetujuan/kesepakatan tanpa ada paksaan atas dasar informasi awal. Biasanya, FpIC dilakukan ketika sebuah instansi/perusahaan atau apapun ingin bergiat di wilayah yang ada penduduknya. Proses ini mengedepankan perijinan/kesepakatan dengan warga sekitarnya mengenai setuju atau tidak setujunya suatu kegiatan yang akan dilaksanakan.
Hal mengenai FpIC biasa dilakukan lewat diskusi konsultasi publik dahulu bersama warga, dan warga bisa memutuskan untung rugi lewat pemikiran logisnya.
Dengan adanya FpIC ini, warga diuntungkan pada :
1. dilibatkannya dalam proses diskusi informasi
2. adanya penjelasan dasar kegiatan
3. terbangunnya demokratisasi
4. peningkatan posisi tawar terhadap pihak luar
5. terbangunnya agenda besar kampung/desa




Apa itu REDD+ ?

Menurut warga Bapinang-Sampit, Kalimantan Tengah, REDD+ (Reduction Emission from Deforestation and forest Degradation Plus) adalah Pengurangan Emisi yang timbul dari perusakan hutan dan penurunan kualitas Hutan yang ada di Kalimantan Tengah dengan cara menanam kembali pohon-pohon yang biasa hidup di lingkungannya.
Beberapa warga merasakan juga dari dampak perubahan iklim/pemanasan global atau Global Warming seperti suhu panas meningkat, cuaca ekstrim, muncul je
nis penyakit yang tidak biasanya, binatang menyerang lahan warga, panen padi berkurang.
Namun warga juga menyadari bahwa yang melakukan adalah warga sendiri, dengan alasan ekonomi. Dan warga juga tidak berani menyalahkan siapa yang menyebabkan ini, karena masalah ini diluar prediksi mereka. cuma sedikit mengetahui ketika pemerintah melarang illegal logging yang tujuannya kearah penyelamatan hutan di lingkungan ini.
Kini pertanyaannya adalah : apakah pemerintah yang bekerja sama dengan pihak swasta akan melaksanakan program REDD+ di lingkungan ini ?