REDD+ : Tony Blair berkunjung ke kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Tony Blair dan Teras Narang Agustin
Tony Blair (mantan Perdata Menteri Inggris) pada hari Kamis, 27 Oktober 2011 di Istana Isen Mulang kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah mengatakan kepada Gubernur Teras Narang Agustin, bahwa Kalteng saat ini menjadi pembicaraan di dunia, ketika berbicara tentang climate change dan redd+."Blair selama ini banyak membantu pemecahan masalah di Timur Tengah, Blair juga konsen dan peduli dengan climate change, makanya dia datang ke Kalteng, dia datang sebagai person saja, dia bekas perdana menteri yang konsen dengan masalah lingkungan," katanya lagi.
Blair akan mengundang beberapa NGO lokal, akademisi, apa yang bisa dibantu blair untuk Kalteng antara lain, masalah pengembangan kapasitas sumber daya manusia, tata pemerintahan untuk good governance, dan terkait dengan data base.
(informasi dari Antaranews.com)

REDD+ : sebuah proses panjang yang berliku...

Mungkin catatan ini hanya iseng saja mengenai REDD+ bersama warga bakal menjadi proses panjang yang berliku, dalam kata lain mungkin seperti panjang dan berlikunya alur sungai di kabupaten Katingan. Ibaratnya, sungai yang berawal dari hulu mengalirkan air ke dataran yang lebih rendah (diseminasi informasi), hanya beberapa ratus atau kilometer bertemu dengan sungai lain, di situlah ada arus air yang berputar cukup keras karena yang satu ingin lurus dan yang satunya lagi ingin belok kekiri (diskusi/sosialisasi/konsultasi publik), ketika tersampaikannya diskusi REDD, air bertambah banyak dan bertambah lebar sungai tersebut, namun sebelum bertambah besar lagi sungai selalu saja ada lengkungan yang menuju ke arah balik (kesepakatan-kesepakatan dengan warga), dan begitulah seterusnya proses ini berjalan.

REDD+ : Pengalaman belajar teman dengan sebagian warga di Kalteng...

Pengalaman belajar dari teman-teman dengan sebagian warga di Kalteng (Kabupaten Katingan dan Kabupaten Kotawaringin Timur dan sekitarnya) tentang REDD. Untuk mempermudah diseminasi informasi mengenai REDD, teman-teman mencoba membuat poster dengan konsep Q and A (tanya jawab) yang sederhana supaya sedikit besarnya sebagian warga di Kalteng memahami apa itu REDD. Rencananya, bulan Oktober ini poster disebar dibeberapa tempat khusus propinsi Kalteng yang meliputi Palangkaraya, Katingan, Kotawaringin Timur dan sekitarnya.

Poster : Apa Itu REDD ?

REDD+ : Dengan niat baik, Warga sekitar proyek akan baik juga....

Program REDD+ di Kalimantan Tengah mulai memasuki proses selanjutnya setelah rentetan kegiatan COP di Bali, COP di Kopenhagen, Cancun Meksiko, dan seabreg kunjungan-kunjungan pendonor, investor REDD+ sampai menteri Norwegia dan Inggris ingin melihat Kalteng itu seperti apa setelah dinobatkan sebagai propinsi Percontohan REED+ di Indonesia. Di tambah demontrasi kegiatan atau DA-REDD+ telah dilaksanakan dan dalam perencanaan di sebagian wilayah Indonesia yang mempunyai hutan/lahan gundul ataupun di hutan lebat penyimpan karbon. 
Sementara khusus untuk warga Kalimantan Tengah yang berada di tepi sungai Katingan dan Mentaya, secara histori, sebagian warganya memandang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan mereka sehari-hari. Dengan keadaan ini, sangatlah penting kegiatan diseminasi informasi tentang REDD+ perlu di lakukan, mengapa? karena sebagian warga belum mengetahui dan mendengar langsung REDD+ itu seperti apa. 
Sepertinya program REDD+ akan bisa berjalan jika disampaikan dengan niat baik dan terbuka kepada warga, dan berkeyakinan warga di sekitar proyek akan baik juga, namun entahlah, warga mau menerima atau menolak program REDD+ di hutan/lahan sumber kehidupannya? itulah yang masih "tanda tanya besar" hari ini.

Desa Tewang Kampung di Kecamatan Mendawai Kabupaten Katingan

Tewang Kampung adalah nama sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Mendawai Kabupaten Katingan. Posisinya persis memanjang di tepi sungai Katingan. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar masyarakatnya yang berada di kampung lebih banyak pada pengelolaan kebun dan sawah. Bahasa yang digunakan adalah dayak Kayan dan Ngaju, dan lancar berbahasa Indonesia. Saat ini, kepala desa Tewang Kampung adalah Bapak Yusbandi.


Kantor Kepala Desa Tewang Kampung


Untuk menuju desa Tewang Kampung, (karena belum tersedia jalan darat), ada 2 jalur transportasi sungai, yaitu di Kasongan memakai speedboat jurusan Kasongan-Katingan2 dengan biaya Rp 200.000 (6 - 9 jam) , dan di Pelabuhan Sampit memakai klotok-L jurusan Sampit-Tewang Kampung dengan biaya Rp 80.000.(3 - 4 jam).

salah satu batang di Tewang Kampung

Desa ini terbuka (tidak alergi pada tamu) dalam arti ramah dan senantiasa bisa saling mendukung dalam membangun desa karena potensi-potensi alam cukup mendukung.
Rasanya belum lengkap jalan-jalan di Katingan jika tidak singgah di desa Tewang Kampung.

Kereng Pangi : Walaupun sudah dilarang...............

                          membuka tenda untuk berteduh sekaligus menginap

                                    lubang-lubang Emas menjadi kolam besar

                          pohon kayu mana lagi yang menghalagi lubang Emas itu

Yach...., walaupun sudah dilarang keras dalam pertambangan logam Emas di Kereng Pangi, tapi tetap karena kebutuhan dapur dan tangisan anak minta susu mereka kembali..., dan tak ada pilihan lain lagi..

Speedboat Pangkalan Bun - Kotawaringin Lama Akan mati ?

Geliat pembangunan infrastruktur bidang transportasi jalan darat di Kalteng cukup pesat. Seperti biasa, pembangunan adalah hal yang sangat menguntungkan sekaligus merugikan untuk penggiat ekonomi pencaharian. Bisa direka dengan pembangunan jembatan di sungai Kotawaringin Lama yang menurut rencana menghubungkan transportasi darat dengan Pangkalan Bun sedikitnya bisa membuat gusar penggiat ekonomi pencaharian, salah satunya adalah pengusaha speedboat yang sudah lama beraktifitas dalam transportasi Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama. 

 Pelabuhan Speedboat Pangkalan Bun

 Pelabuhan Speedboat Kotawaringin Lama

Jembatan Kotawaringin Lama

Menurut beberapa nahkoda speedboat, dengan adanya jembatan itu kebanyakan menyebutkan sedikit banyaknya akan mengurangi jumlah penumpang. Dengan biaya Rp 60000 sekali jalan yang berdurasi antara 45 menit - 60 menit itu jika berpenumpang 3 orang akan merugi dalam biaya operasional. Namun yang menarik, para nahkoda mendukung dengan adanya pembangunan ini sepanjang menguntungkan warga banyak. Disisi lain, akankah pola berpikir mereka memanfaatkan jembatan tersebut dengan mengganti mata pencaharian? Mungkin jawabannya ada pada mereka masing-masing, karena mereka berpikir hidup ini penuh perjuangan.