PT. Rimba Makmur Utama (RMU) Bekerjasama dengan Mahasiswi MIPA-Kimia Unjani Cimahi Melakukan Penelitian Minyak Kelapa dan Getah Jelutung di Kecamatan Pulau Hanaut

Pada medio bulan Juni 2014, 2 (dua) Mahasiswi Cimahi melakukan penelitian mengenai Minyak Kelapa (Minyak Lala)  dan getah Jelutung di desa Bamadu, Kecamatan Pulau Hanaut, Kotawaringin Timur, Kal-Teng. Penelitian ini diinisiasi oleh PT. Rimba Makmur Utama (RMU) atas dasar informasi mengenai penurunan tingkat pemakaian minyak kelapa di wilayah Pulau Hanaut yang merupakan sumber daya alam terbesarnya adalah kelapa yang melimpah serta tidak laku jualnya getah jelutung di pasaran yang menurunkan tingkat ekonomi sebagian besar warga desa Bamadu yang menggantungkan ekonomi untuk keluarganya pada sumber daya alam getah jelutung.

   
                                                                                       
proses pembuatan minyak kelapa
Informasi yang didapat dari lapangan serta diskusi dengan kelompok Ibu-ibu di desa Bamadu, penurunan tingkat pemakaian minyak kelapa ini lebih banyak disebabkan oleh berkurangnya pembuat minyak kelapa. Berkurangnya pembuat minyak kelapa ini lebih disebabkan oleh tidak berimbangnya harga jual (harga kelapa, operasional pembuatan dan pemasaran) dan lebih praktis membeli minyak sawit yang setiap hari siap menanti.
Dalam hal ini, ibu-ibu mengharapkan adanya sebuah terobosan yang bisa mempermudah dalam pemerosesan minyak lala dan segi pemasaran yang adil sehingga bisa menjadikan nilai tambah untuk peningkatan ekonomi  keluarga.
 
                                                        
 
Penelitian Getah Jelutung di Hutan Kecamatan Pulau Hanaut
Pada penelitian getah jelutung di hutan Kecamatan Pulau Hanaut, dengan dibantu oleh pemantung (pencari getah jelutung) dari desa Bamadu, didapat informasi bahwa dengan tidak laku jualnya getah jelutung menjadi pukulan terberat untuk kehidupan sebagian warga desanya yang menggantungkan hidupnya pada getah jelutung. Pukulan terberat sangat dirasakan oleh pemantung yang tidak mempunyai alternatif pekerjaan lain serta tidak punya kebun untuk kehidupan mereka.
Potensi getah jelutung di Pulau Hanaut sangat besar dan entah kenapa tahun pertengahan tahun 2014 ini tidak laku dijual ?.
Bapak-bapak di desa Bamadu mengharapkan hasil penelitian ini bisa mendorong dengan adanya peluang getah jelutung laku lagi di pasaran untuk menghidupkan warga desanya serta adanya terobosan alternatif penggunaan lain yang memakai bahan dasar jelutung.

Getah Jelutung Tidak Laku, Harga Getah Karet Turun Tajam, Harga Rotan Ikut-ikutan Turun drastis....

GETAH JELUTUNG
Sejak akhir april hingga awal bulan Mei 2014, harga getah jelutung masih dengan kisaran Rp 6.000,- namun sejak harga itu hingga kini (agustus 2014) tidak laku atau tidak bisa dijual lagi ke pengusaha atau pun langsung ke PT. Sampit. Menurut rumor antar pemantung (pencari getah jelutung di hutan) sudah biasa jika menghadapi hari nasional, harga getah jelutung bakal turun namun akan masih tetap laku dijual, namun yang terjadi sampai saat ini tidak laku dijual. Padahal stok getah jelutung dari para pemantung yang ada di kecamatan Pulau Hanaut dan kecamatan Seranau jika dikumpulkan bisa mencapai puluhan ton. Dan stok tersebut kini hanya disimpan di hutan dan di sungai depan rumah.
Menurut informasi dari PT. Sampit, permintaan akan getah jelutung dan getah karet sedang lesu dan harga dunia sedang menurun.

 Petani Jelutung membersihkan dan menyimpan getahnya diberbagai tempat
  
GETAH KARET
Hal serupa dengan yang diatas, penurunan harga getah karet sangat terasa oleh para petani karet seantero Kabupaten Kotawaringin Timur. Harga kini (agustus 2014) di kecamatan Seranau sebesar Rp 6.000/kg takolok/kepala, sedangkan di kecamatan Pulau Hanaut sebesar Rp 5.500/kg takolok/kepala. Dan informasi yang didapat dari lapangan, sebagian besar petani karet menghentikan sementara untuk memantat/menyadap karet dan mengalihkan pekerjaan menjadi buruh sawit, serabutan, pegawai toko dan istirahat di rumah sambil menunggu harga naik kembali.

 Pohon karet yang disadap dan pintu depan PT. Sampit

ROTAN
Rotan yang menjadi sumber pendapatan terbesar di kecamatan Seranau (Terantang, Terantang Hilir, Batuah, Mentaya Seberang) ikut turun harganya. Harga tanggal 20 agustus 2014 adalah sebesar Rp 180.000/kuintal basah. Yang menjadi masalah sekarang adalah rotan kering tidak bisa dijual kepada pedagang besar di Pelangsian dan Kota Besi. Bisa dijual akan tetapi uangnya menyusul kemudian jika si pengepul itu mampu menjual ke pasar.

Peruntih Rotan dan Rotan Kering Yang Belum Terjual

Dilihat dari segi pendapatan keluarga,  turunnya harga sudah pasti ikut menurunkan pendapatan sehari-hari para keluarga yang bersumber pada 3 (tiga) sumber daya alam ini.
Para petani hanya berharap, mudah-mudahan Pemerintahan Pusat dan Kabupaten bisa menemukan solusi yang tepat untuk keberlanjutan hidup dan kesejahteraan rakyatnya.